Dewan Kota Depok Kaji Tata Kelola RS Jogja

Rombongan dewan dari DPRD Kota Depok melakukan kunjungan ke DPRD Kota Yogyakarta pada Senin (9/12) pagi. Kedatangan mereka diterima oleh pimpinan DPRD, Wakil Ketua Komisi D, dan Direktur RSUD Kota Yogyakarta (RS Jogja). H. Yusufsyah Putra, Ketua DPRD Kota Depok menyampaikan maksud kunjungannya untuk mengetahui program jaminan kesehatan di Kota Yogyakarta dan upaya Pemkot Yogyakarta dalam mengurangi kebocoran pajak parkir. Selain itu mereka juga ingin berkonsultasi kaitannya dengan pengembangan RS milik daerah. “Kami dengar dari berita bahwa RSUD Kota Yogyakarta akan bangkrut, apakah benar begitu? Saat ini kami memiliki RSUD dengan tipe C. Kami berencana untuk menaikan tipenya sekaligus melakukan perubahan tarif. Untuk itu kami ingin sharing dengan DPRD Kota Jogja dan pihak RSUD, sebagai masukan kami dalam membuat kebijakan tersebut,” tuturnya.

Dhian Novitasari, Wakil Ketua DPRD Kota Yogyakarta menyampaikan bahwa di tahun 2020, Pemkot Yogyakarta menganggarkan Jaminan Kesehatan Nasional Penerima Bantuan Iur (JKN-PBI) sebesar Rp   54 M. Dengan alokasi anggaran ini diharapkan seluruh warga Kota Yogyakarta dapat dibiayai penuh oleh Pemkot asalkan mau di kelas 3. Selain itu masih ada alokasi anggaran Rp 5 M untuk Jamkesda. “Anggaran ini dapat digunakan untuk meng-cover,seandainya ada biaya harus dibayar, yang tidak masuk klaim BPJS. Selain itu, untuk mengurangi kebocoran parkir, kami sudah menempatkan petugas yang dinamakan Satgas Parkir pada kantong-kantong parkir. Satgas parkir ini akan mengawasi juru parkir tanpa sepengetahuan mereka,” ucap Dhian. Terkait pajak, Krisnadi Setyawan, Wakil Ketua Komisi D Kota Yogyakarta menambahkan bahwa besaran tarif pajak untuk hotel adalah sebesar 10 persen, pajak restoran 10 persen, pajak hiburan 5-20 persen, pajak reklame 20 persen, dan parkir 20 persen.

 Menanggapi berita yang menyatakan bahwa RS Jogja disinyalir akan bangkrut, Direktur RSUD Kota Yogyakarta, dr. Ariyudi Yunita menyatakan bahwa berita tersebut tidak benar. Beliau mengaku memang BPJS masih ada tunggakan yang belum dibayarkan ke RS Jogja yang mencapai Rp 32 M. Namun, untuk operasional RS tidak ada masalah karena kebutuhan RS masih diampu oleh dana APBD Pemkot Yogyakarta. Terkait tarif, saat ini mereka sedang melakukan penyusunan tarif baru, karena tarif terakhir diatur oleh Perwal Tahun 2009. Untuk menentukan besaran tarif, sudah ada aturan dalam Permenkes No.85 Tahun 2015 tentang Pola Tarif Rumah Sakit. Namun, juga ada pertimbangan tarif rumah sakit dengan tipe yang sama di lingkungan sekitar. Sebagai RS tipe B, RS Jogja banyak memiliki alat-alat besar dan dengan teknologi canggih. Sementara biaya pemeliharaan alat-alat ini cukup besar. “Untuk itu, kami sudah berkoordinasi dengan dewan untuk meminta alokasi anggaran pemeliharaan alat-alat dan sudah disetujui. Sehingga nanti di tahun 2020 nantinya akan ada tambahan anggaran untuk keperluan tersebut,” ucap beliau.

Marvy Yunita Dwi Riawati, Kabag Keuangan, Administrasi Data, dan Pelaporan RSUD Kota Yogyakarta menjelaskan bahwa RS Jogja dikategorikan sebagai RS Tipe B, rumah sakit rujukan regional dan rumah sakit pendidikan. RS Jogja sudah berbentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sejak tahun 2007. Dengan bentuk BLUD, maka RS Jogja memiliki 3 (tiga) fleksibilitas, yaitu terkait pengadaan SDM, pengadaan barang dan jasa, dan penggunaan Silpa setiap tahun. “Kami sudah memiliki unit pengadaan sendiri, jadi jika ingin melakukan pembelian barang/jasa, kami tidak perlu ke Unit Pengadaan yang ada di Pemkot,” terang Marvy. (ism/ast)