Antisipasi Perubahan Iklim, DLH Berikan Arahan Camat dan Lurah di Kota Yogyakarta

Dalam rangka mengantisipasi perubahan iklim yang terjadi belakangan ini. Pemerintah Kota Yogya melalui Dinas Lingkungan Hidup menggelar Workshop Program Kampung Iklim (PROKLIM) 2020 pada Kamis (20/2). Acara ini dihadiri oleh 50 tamu undangan dari camat dan lurah se-Kota Yogyakarta yang bertempat di Ruang Bima Balaikota.

“Perubahan iklim merupakan sebuah ancaman nyata yang harus dihadapi. Melalui workshop ini, diharapkan Bapak/Ibu Camat dan Lurah Kota Yogyakarta mampu menyiapkan kampung-kampung diwilayahnya untuk menjadi kampung iklim berkelanjutan jangka panjang.” tutur Very Tri Jatmiko, Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas Lingkungan Hidup dalam sambutannya.

Berdasarkan hasil laporan Intergoverment Panel on Climate Change (IPCC) bahwa kenaikan suhu bumi di wilayah Asia Tenggara dalam satu tahun terakhir berada direntang 0.4 - 1°C dan diperkirakan akan terus meningkat antara 1,5 - 2°C selama periode 30 tahun mendatang. Hal ini juga akan berdampak pada perubahan iklim dalam peran kehidupan, diantaranya perubahan pola hujan, naiknya muka air laut, terjadinya badai dan gelombang tinggi serta dampak merugikan lainnya seperti gagal panen yang mana mengancam kehidupan masyarakat.

“Dengan PROKLIM, jika tidak ditanggulangi dengan benar nantinya ketahanan pangan dan ketahanan negara akan terancam. Perubahan iklim ini tidak bisa dihentikan, namun harus kita kendalikan.” tegas Suyana, Kepala Dinas Lingkungan Hidup.

Selain itu Suyana, menambahkan adanya beberapa hal yang bisa dilakukan terkait perubahan iklim. Pertama, tujuan utama Dinas Lingkungan Hidup adalah untuk menjadikan warga Kota Yogyakarta nyaman, nyaman untuk tinggal dan nyaman untuk dikunjungi.

Hal yang sering dipermasalahkan oleh warga Yogyakarta selain masalah sampah, air juga menjadi salah satu pokok permasalahan di Kota Yogyakarta. Dimana sungai yang ditetapkan sebagai Kelas II, yakni dimanfaatkan sebagai perikanan dan pertanian. Menurut strandarisasi sungai Kelas II, seharusnya batas bakteri ecoli pada sungai Kelas II yakni 5000/Liter. Namun, sungai-sungai yang berada di Kota Yogyakarta sudah jauh melebihi ambang batas, yakni bakteri ecolinya semua diatas 50.000.

“Ada tiga hal yang menyebabkan bakteri ecoli meningkat, yakni memang dari dulu kualitasnya sudah jelek, masih banyak warga yang membuang sampah disungai, dan melakukan pemeliharaan guna pengecekan rutin IPAL Komunal secara rutin. Masalah air ini bukan kuantitasnya, tetapi kualitasnya. Bisa saja airnya bening namun bakterinya banyak” tambah Suyana.

Suyana juga mengatakan bahwa udara juga termasuk dalam masalah lingkungan di Kota Yogyakarta. Pencemaran udara yang terjadi sebagian besarnya disebabkan oleh kendaraan. Maka dari itu, salah satu langkah yang bisa dilakukan guna menurunkan pencemaran udara di Kota Yogya yakni dengan melakukan service rutin kendaraan.

Selain itu, Dinas Lingkungan Hidup telah menyedikan media tanam secara gratis bagi warga Kota Yogyakarta. “Untuk masalah sampah, masyarakat Yogya juga diharapkan dapat memilah dan membedakan sampah organik, anorganik maupun sampah rumah tangga.” pesan Suyana. (Hes/Feb)