Akhiri Polemik Kenaikan PBB, DPRD Undang Walikota

Warga masyarakat berbondong-bondong ke gedung DPRD Kota Jogja pada Senin (2/3) siang. Rupanya kedatangan mereka ingin menyaksikan langsung rapat konsultasi yang digelar oleh DPRD Kota Jogja dengan mengundang Walikota Yogyakarta. Rapat ini digelar untuk membahas kebijakan kenaikan PBB, dimana salah satu rekomendasinya adalah mempertegas peta bidang dan Zona Nilai Tanah (ZNT)yang diterbitkan oleh BPN.

Dalam kesempatan itu, Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Danang Rudyatmoko menyampaikan bahwa saat menggelar reses, anggota dewan menerima banyak keluhan dari masyarakat terkait kenaikan PBB. Pada waktu itu, mereka tidak bisa memberikan penjelasan karena sebelumnya belum ada konfirmasi dari pihak Pemkot Jogja. Pihaknya mengaku tidak anti terhadap pajak, karena Kota Jogja jelas mengandalkan sektor jasa sebagai penggerak perekonomian. Sehingga pembayaran pajak sangat mempengaruhi roda pembangunan. Akan tetapi, setiap kebijakan yang berdampak pada masyarakat seharusnya tersosialisasikan dengan baik agar tidak menimbulkan polemik. "Melalui duduk bersama ini, semoga tidak ada lagi kesimpangsiuran. Kemudian ada perbaikan atau rencana aksi karena jatuh tempo pembayaran PBB masih sampai akhir September. Rencananya Komisi A akan mendampingi BPN Kota Yogya ke Kanwil BPN DIY terkait penilaian tanah. Sedangkan Komisi B akan menelusuri regulasi terkait zona nilai tanah. Peta bidang dan zona nilai tanah turut berpengaruh terhadap penilaian PBB di samping NJOP. Semoga dari konsultasi ini bisa mengakhiri kegaduhan yang sudah terjadi. "

Sementara, Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti menyampaikan apresiasinya kepada DPRD Kota Yogyakarta yang telah mengundang pihak eksekutif untuk duduk bersama dalam forum rapat konsultasi yang sekaligus dihadiri oleh masyarakat. Beliau juga menyampaikan kedatangannya juga disertai oleh Wakil Walikota Yogyakarta, Sekda Kota Yogyakarta, Kepala Dinas Kominfo dan Kepala BPN Kota Yogyakarta. Dalam pendahuluannya, Haryadi menjelaskan bahwa kenaikan PBB merupakan bentuk kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan untuk menyesuaikan dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). “NJOP seharusnya diperbarui setiap tahun, namun di Kota Yogyakarta terakhir 2016. Untuk itu, kami mengeluarkan kebijakan sebagai bentuk keberpihakan pada masyarakat dengan dasar Perwal No. 96 Tahun 2019 dan Kepwal No. 515 Tahun 2019,” tutur Haryadi.

Beliau juga menyampaikan bahwa dari total 95.373 wajib pajak, terdapat 870 wajib pajak yang ketetapan PBB sebesar Rp 10.000. Kemudian ada 28.985 wajib pajak yang tidak mengalami kenaikan. Sedangkan yang kenaikannya di bawah 100 persen ada 52.076 wajib pajak. Kenaikan 100-200 persen 11.360 wajib pajak. Kenaikan 200-300 persen 1.756 wajib pajak. Kenaikan 300-400 persen 165 wajib pajak. Sedangkan kenaikan di atas 400 persen hanya 51 wajib pajak. "Kenaikan yang esktrem itu disebabkan beberapa hal diantaranya perluasan bidang, perkembangan ekonomi yang cukup pesat yang menyebabkan peningkatan zona nilai tanah, dan kecenderungan harga tanah naik,” terang Haryadi.

Disamping adanya kenaikan, kami juga memberikan pengurangan pajak dalam bentuk stimulus. Stimulus yang diberikan ada beragam mulai dari mulai 50 persen hingga 70 persen. Bahkan bagi warga yang masih merasa keberatan terhadap ketetapan PBB masih berpeluang mendapatkan pengurangan dengan mengajukan keringanan. "Siapa pun bisa ajukan keringanan. Silakan dilakukan secara kolektif melalui Ketua RW, yang nantinya akan kami analisa. Itu sebagai bentuk afirmasi kebijakan yang nantinya juga akan memberikan ruang bagi kami agar BPN bisa mewujudkan peta bidang," tandasnya.

Pemkot Yogyakarta juga akan melakukan kebijakan sebagai langkah tindak lanjut, diantaranya  melakukan sosialisasi secara masif melalui tatap muka kepada masyarakat dan melalui media sebagai langkah jangka pendek. Untuk langkah jangka panjang diantaranya: melakukan kajian tentang tarif golongan tanah; mengusulkan perubahan kedua atas Perda Kota Yogyakarta No. 2 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; mengusulkan perubahan kedua atas Perda Kota Yogyakarta No. 8 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan; dan memberikan dukungan untuk menuju terwujudnya peta bidang. (fie/ast)