Kreatifitas dan Ide Siswa Perlu Dipupuk

Yogyakarta- Tugas guru salah satunya adalah mengembangkan kreatifitas siswa, sehingga kemampuan siswa untuk berkreasi dalam mencipta sesuatu menjadi semakin berkembang dan meningkat. Jangan sampai justru terjadi sebaliknya. Kreatifitas dan ide-ide cemerlang siswa dibendung oleh tindakan guru dengan dalih diarahkan atau dibimbing kearah yang logis dan realistic. Demikian di sampaikan oleh Ustad DR. H. Khoiruddin Bashori, M.Si. dalam pengajian kepala sekolah SD se-Yogyakarta Wilayah Barat di Mushalla SD Muhammadiyah Purwodingratan 2 Jumat, 12 Agustus 2022.

Dijelaskan lebih lanjut bahwa menurut penelitian, kreatifitas siswa sangat bagus saat anak belajar di TK. Namun begitu masuk jenjang SD, kreatifitas mereka semakin menurun dan berlanjut saat memasuki sekolah jenjang berikutnya. Saat di TK, siswa menggambar apapun guru tidak pernah menyalahkan, apapun hasilnya, bagaiamanapun bentuknya, karya siswa selalu diapresiasi oleh guru dengan berbagai pujian yang memotivasi untuk mau berkarya berikutnya. Sehingga siswa TK selalu merasa bangga untuk menunjukkan karyanya.

Namun begitu siswa memasuki jenjang SD, guru umumnya tanpa disadari membatasi kreatifitas siswanya. Misalnya saat menggambar mendung, siswa memberi warna merah, guru langsung menegurnya sebaiknya mendung itu berwarna biru atau hitam. Dikala siswa menggambar pesawat bersayap tiga, guru langsung menegurnya dan meminta untuk menggantinya dengan dua sayap saja, dan lain sebagainya. Sehingga secara tidak langsung akan memupus daya kreasi dan imajinasi siswa. Oleh karena itu perlunya kesadaran guru untuk dapat memupuk rasa percaya diri siswa untuk menciptakan sesuatu sesuai dengan kompetensinya masing-masing.

Pada kesempatan yang sama, Ustad yang sangat humoris ini juga menekankan bahwa tugas siswa bukan hanya belajar, namun setelah belajar harus dapat mencipta dengan kreatifitasnya. Oleh karenanya guru perlu mengajarkan kepada siswa untuk berfikir secara konvergen dan divergen. Berfikir konvergen artinya cara berpikir melihat peristiwa yang telah berlalu (refleksi dan evaluasitif) dan hanya fokus pada persoalan yang sedang dihadapi serta tidak terbiasakan oleh pendapat-pendapat subyektif yang tidak terkait dengan persoalan tersebut. Sedangkan cara berfikir divergen adalah berpikir kreatif yang dapat menggunakan informasi dan pendapat sebanyak mungkin sehingga dapat menciptakan ide baru.

"Jika guru menitikberatkan (dominan) cara berfikir konvergen ini pada siswa, maka dapat dipastikan angka pengangguran akan meningkat, karena siswa tidak mampu menggunakan ilmu yang didapatnya untuk membaca peluang dan tidak mampu menciptakan ide-ide baru menciptakan peluang kerja. Sebaliknya jika guru mengembangkan cara berfikir divergen pada siswa, maka daya imajinasi, kreasi dan ide-ide baru siswa akan muncul. Sehingga mereka setelah menyelesaikan belajarnya dapat menciptakan kreasi lapangan kerja baru bagi dirinya atau bahkan untuk orang lain. Tanpa adanya inovasi dan kreatifitas dari generasi muda, pasti kualitas kehidupan di masa mendatang akan semakin merosot."

Senada dengan Ustad Khoiruddin, Ketua Kelompok Kerja Kepala sekolah (KKKS) Yogyakarta Wilayah Barat, Muhammad Yuferi, S.Pd mengatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan guru-guru sekolah dasar di wilayahnya,  KKKS telah melaksanakan berbagai pelatihan peningkatan kompetensi guru melalui KKG berupa workshop dan bimtek bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Yogyakarta, hal ini dimaksudkan untuk menambah bekal guru agar dapat membimbing siswanya dalam mengembangkan kompetensi agar mereka mampu berfikir konvergen dan divergen secara seimbang. Artinya guru harus berusaha mengisi otak kanan dan otak kiri siswa secara berimbang. Hal ini sesuai dengan amanat dari kurikulum baru yakni kurikulum merdeka bahwa selain kegiatan intrakurikuler juga adanya kegiatan projek penguatan profil pelajar Pancasila. Ini tentu dikandung maksud agar kompetensi dan karakter siswa berkembang secara bersama. (Jemingun, PS. SD)