SABDA SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO X , LAYANAN HARUS MENJADI PRIORITAS

ERA otonomi daerah, mau tidak mau memunculkan nuansa iklim investasi di masing-masing daerah. Kompetisi pun menjadi satu wacana dan semangat bagi setiap daerah. Kalau sudah demikian, maka selain unggulan potensi yang menjadi salah satu model utamanya, maka tentunya daerah juga harus mampu mengedepankan unggulan lainnya yang memiliki nilai tambah atau nilai lebih, yakni aspek layanan. Bagaimana calon investor bisa merasakan mendapat dukungan dalam berinvestasi di DIY, maka masalah layanan harus menjadi prioritas. Di sini, semangat melayani, tak cukup hanya dengan one stop service, namun juga kemudahan-kemudahan yang terkait dengan efisiensi waktu. Artinya, kalau konsep layanan terpadu atau satu atap dengan one stop service sudah diwujudkan, namun penyelesaian tetap memakan waktu yang cukup lama, tentunya juga sama saja. Harus disadari bahwasanya yang menjadi daya tarik calon investor untuk menanamkan modalnya di suatu daerah terutama dikarenakan tingkat daya saing yang dimiliki daerah tersebut. Artinya, semakin tinggi tingkat daya saing suatu daerah, akan menjadi lokasi pilihan untuk berinvestasi. Tentunya, upaya meningkatkan investasi dengan memacu daya saing ini juga harus diikuti dengan upaya menekan risiko investasi, dengan tujuan memberikan jaminan kelangsungan usaha yang berkelanjutan. Dengan demikian, kecenderungan risk aversion yakni ketakutan berinvestasi karena persepsi risiko yang tinggi di suatu daerah bisa dihindari. Dalam kaitan ini, tingginya tingkat regional competitiveness dan rendahnya investment risk menjadi faktor dominan untuk menarik investasi ke daerah tertentu, baik foreign direct investment maupun domestic investment. Kedua hal tersebut sangat erat berhubungan dengan endowment factor yang dimiliki suatu daerah, yang merupakan comparative advantage terhadap wilayah-wilayah lain. Misalnya, insentif pajak, pelayanan birokrasi, harga tanah dan tingkat upah, ketersediaan SDM dan sumber bahan baku, serta dukungan prasarana ekonomi yang memadai. Dalam konsep pembangunan, investasi dipandang sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Dengan pertumbuhan ekonomi bisa diharapkan akan terbuka kesempatan kerja yang lebih luas, dan makin besar pula angkatan kerja terserap, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan yang dilakukan tak sekadar melayani investor, namun instansi yang menangani masalah investasi ini juga harus mempunyai perencanaan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Yogyakarta, yang nantinya akan diaplikasikan oleh instansi perencanaan, yakni Bappeda. Untuk mendukung semua itu, jajaran Pemda tentunya dituntut untuk tanggap dan melakukan langkah-langkah antisipasinya. Misalnya saja dengan melakukan efisiensi terhadap aset-aset daerah, dan yang cukup penting adalah Pemda mampu membangun akuntabilitas. Sebab, masyarakat sekarang sudah cenderung kreatif dan inovatif, dan ini tentunya akan memunculkan nuansa demokratis dan akuntabel. Inilah tantangan yang paling berat bagi jajaran Pemda. Sebab, kalangan birokrat yang selama ini sudah terbiasa memerintah, harus mengubah pola pikir dan kerjanya dengan semangat memotivasi masyarakat. Di sisi lain, Pemda juga dituntut untuk makin berpikir rasional dan makin mendorong masyarakat untuk makin percaya, sehingga menjadi inovatif, kreatif dan aspiratif pada keinginan publik. Guna mewujudkan itu semua, maka perlu dilakukan secara intensif dan harus mulai mengubah budaya kerja. Harus disadari bahwa Yogya banyak potensi yang bisa memunculkan kemudahan untuk berinvestasi. Sehingga, mestinya, juga bisa diikuti dengan tumbuhnya unit-unit usaha bisnis yang sifatnya konsultatif. Di Yogya banyak terdapat kalangan akademisi, para profesor, dan doktor, yang tentunya bisa direkrut untuk mau �menjual� kepandaian mereka. Sementara itu, di kampus-kampus juga bisa ditumbuhkan pusat-pusat studi yang dapat mengambil peran dalam otonomi daerah. Sedangkan di kalangan masyarakat swasta, bisa dimunculkan perusahaan-perusahaan yang dapat mengirimkan tenaga kerja yang benar-benar profesional dan handal. Apabila potensi ini bisa terisi dan tertangani, tentunya akan banyak daerah atau propinsi lain yang akan bekerjasama dengan Yogya. Yogyakarta, kini gencar membangun imej sebagai wilayah alternatif untuk investasi yang sustainable di Indonesia, karena adanya tradisi sikap mutual trust, mutual respect dan peaceful masyarakatnya terhadap kehadiran orang luar. Oleh karena itu, dalam investasi dan bisnis, kemitraan dengan entrepreneur lokal pun sangat dimungkinkan untuk bersama membangun jaringan Yogyakarta Incorporated dalam bisnis secara nyata. Melalui entry point turisme yang menjadi sektor unggulan DIY, dengan meningkatnya kunjungan wisata dan belanja wisata, diharapkan secara signifikan dapat meningkatkan transaksi international trade, yang akan berdampak positif bagi kegiatan investasi asing maupun domestik ke Yogyakarta di berbagai kegiatan industri dan bisnis. Di era otonomi daerah sekarang ini, maka adanya faktor security business lebih merupakan jaminan yang berjangka panjang, sehingga dapat menutup �kekurangan� DIY yang tidak memiliki pelabuhan ekspor dan industrial parks. Oleh karena itu, harus diinformasikan sejak dini, bahwa peluang serta prospek investasi dan bisnis yang didorong Pemda dengan preferensi, karena masih kompetitif, adalah jenis-jenis industri yang non-polluted, non-volumetric, dan berbobot ringan, serta jasa-jasa pelayanan software yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi (sumber : KR)