PHL SI PASUKAN KUNING

Pasukan kuning adalah mereka yang menyandang predikat Pegawai Harian Lepas ( PHL ) yang bekerja pada Dinas Kebersihan, Keindahan dan Pemakaman (DKKP) Kota Yogyakarta. Mereka terbagi dalam dua kelompok, yaitu sebagai tukan sapu jalan atau sebagai anggota kru angkutan sampah dari Depo sampah / TPS ke Lokasi pembuangan sampah akhir (TPA) di wilayah Piyungan Bantul. Sebut saja salah satu anggota pasukan kuning si NRIMO (44) yang sudah mengabdi pada DKKP Kota Yogyakarta selama 26 tahun berturut-turut tanpa putus, tepatnya sejak Bulan April tahun 1976 hingga sekarang. NRIMO merasa sudah sangat mencintai profesinya sebagai petugas kebersihan Kota. Mengapa di sebut pasukan kuning ? menurut NRIMO seragam mereka satu-satunyalah yang memberikan predikat tersebut. Warna kuning digunakan untuk mendapatkan efek mata bagi para pengguna lalu lintas jalan umum, agar mereka memperhatikan sosok petugas yang tengah menjalankan fungsi sebagai penyapu jalan, pengguna jalan tentu tidak asing lagi dengan warna kuning ini. Si NRIMO harus sudah mulai nyapu pada pukul 04.30 dengan menggunakan seragam kuning kesayangannya, yang warnanya sudah tidak kuning lagi lantaran terpanggang sinar Matahari, Ia mulai start dari Depo Gunung Ketur di Mandala Krida menyusuri jalan-jalan di wilayah sektor Gunung Ketur yang meliputi Kawasan Gunung Ketur itu sendiri,Baciro, Muja-Muju dan wilayah Gondokusuman. Tentusaja wilayah yang demikian luas tidak akan selesai oleh NRIMO sendiri, tetapi di Depo Gunung Ketur tersebut terdapat kawan sekerja NRIMO, 20 tenaga PHL, 2 orang mandor dan seorang Kepala Sektor, dibantu oleh banyak Tukang Sampah yang datang membawa gerobak kuning sarat dengan sampah rumah tangga dari dalam Kampung-kampung di sekitar sektor Gunung Ketur tersebut. Sebenarnya keberadaan pasukan kuning ini sudah ada sejak tahun 70 an, dimana mereka terbagi habis dalam 8 sektor kebersihan kota yang meliputi : Sektor Kota Baru, Malioboro, Kranggan, Gading, Ngasem, Tungkak, Kota Gede dan Gunung Ketur sendiri. NRIMO yang kelahiran 29 April 1958 di Bantul ini, kawin dengan Suparmi gadis Monggong Desa tetangganya sendiri, mereka membina rumah tangga hingga sekarang sudah dikaruniai 2 orang anak laki-laki yang sudah mulai menginjak usia remaja, Wisnu Priyadi seorang Pelajar SMK Putra Tama Bantul dan adiknya yang sedang sekolah di SLTP N 4 Kasongan Bantul, adalah buah cinta kasih mereka yang sedang banyak membutuhkan beaya sekolah seperti para siswa lainnya. Itulah yang membuat NRIMO untuk tetap eksis sebagai PHL pada DKKP Kota Yogyakarta, habis bagaimana lagi keluhnya. Kehidupan NRIMO sehari-hari dapat dibilang cukup, meski kata cukup itu artinya relatif. Dengan honor bulanan mulai dari Rp.7.500,- tahun 70 an hingga bulan September 2002 ini NRIMO terima Rp.321.000,-. Untuk bisa �cukup� NRIMO membagi waktunya untuk kerja lembur dan Pocokan sehingga Ia mendapatkan honor tambahan. Sedang istri di rumah juga tetap menekuni profesinya sebagai penjual kayu bakar yang diantar langsung kepada para langganannya. Jam terbang NRIMO dapat dikata sudah cukup tinggi, mulai pukul 04.30 hingga 10.00 Ia kelilinmg nyapu jalan, pukul10.00 hingga 13.30 kerja pocokan, pukul 13.30 sampai dengan pukul 16.00 dihitung lembur oleh DKKP sebesar Rp.2.000,- per hari. Pulang kerja sudah lelah dan harus istirah bersama keluarga persiapan tenaga untuk kerja pada pagi hari besuk mendorong gerobah dan nyapu jalan lagi. Guna menjaga kesehatan para PHL, pihak DKKP mengadakan pemeriksaan kesehatan secara rutin yang dilaksanakan oleh Puskesmas Gondokusuman setiap tanggal 1 samapi dengan tanggal 3 setiap bulannya., selain itu juga melengkapi sarana kerja yang mendukung seperti kaos tangan, sepatu dan masker serta jas hujan jika diperlukan, namun banyak dari peralatan itu kini sudah minta diganti yang baru lagi. Kehidupan sosial ekonomi seseorang terbangun dalam komunitasnya, demikian juga dengan NRIMO yang setiap hari bergelut dan bergumul dengan sampah bersama kawan sekerja PHL. Untuk mencukupi kebutuhan pokok tertentu, mereka membuat kelompok arisan dan kas bersama, dengan anggota 18 orang, mereka arisan sebesar Rp.25.000,- perbulan dan membayar dana sosial Rp.1.000,- yang saat ini sudah sampai pada periode ke lima, apabila anggota memerlukan uang tunai, kelompok sudah dapat memberikan pinjaman sebesar Rp. 300.000,- dan dikembalikan dalam lima kali angsuran plus bunganya. Arisan diputar bergilir saling mengunjungi, dengan harapan untuk mempererat tali silaturahmi sesama PHL. Sedang di Depo sendiri juga diadakan perkumpulan dana santunan bagi mereka yang mungkin mendapat musibah dalam bekerja sebesar Rp.50.000,-. Dana ini terhimpun dari para tukang gerobak yang tergabung lebih dari 50 orang termasuk PHL,yang mengadakan iuran Rp.1.500,- per bulan per anggota. Selain itu sudah menjadi kewajiban bagi mereka untuk saling membantu dalam membongkar dan memasukan sampah dari gerobak ke Truk yang siap mengangkut ke TPA Piyungan. Suka duka telah dialami NRIMO selama bergumul dengan sampah dan hiruk pikuknya lalu lintas jalan raya, pernah bahkan dua kali Ia mengalami kecelakaan tertabrak mobil, yang pertama tahun 1994 di depan Kantor Kecamatan Pakualaman dan yang kedua di sebelah barat jembatan Sayidan. Saat itu sempat pula NRIMO istirah di rumah untuk beberapa saat menunggu kesembuhan dari luka-lukanya itu. Dalam perjalanan harian NRIMO sering menyapu uang receh Rp.100,- hingga Rp.1.000,- yang tercecer di jalan. Namun ngaku baru sekali nyapu Rp.5.000,- itupun milik seorang penumpang Bus Kota yang kebetulan tercecer dan disapunya. Tapi kalau sebangsa sendok- garpu sudah amat sering di dapat di jalan-jalan, lebih-lebih bekas para pedagang lesehan, atau sampah dari tempat bekas pesta, barang dan uang receh tersebut mereka gabung dan kumpulkan hingga jumlah banyak, kemudian dijual dan dibelikan nasi bungkus guna pesta kebun bersama, asyik memang. Selain sering nyapu uang receh NRIMO maupun para PHL lainnya sering menjumpai adegan kriminal seperti aksi penjambretan oleh penjahat di jalanan, namun sebagai orang yang hanya melihat, reaksi merekapun sebatas terkesima saja, mau menolong tidak bisa karena keberadaan mereka yang tidak menguntungkan, merek hanya pesan bahwa jalur rawan jambret adalah di depan Istana pura Pakualaman hingga depan Pasar Sentul dan di jalur Jalan Kapas, mohon kedua jalur tersebut pengguna jalan hati-hati, demikian NRIMO berpesan mengakhiri kisahnya.