Lestarikan Budaya, Pemkot Gandeng Kodim Gelar Lomba Jemparingan Nasional

Sebanyak 370 pemanah tradisional mengikuti lomba jemparingan bertajuk Gladen Hageng Jemparingan Ngayogyakarta tingkat Nasional, minggu (8/10) pagi. Lomba yang digelar di lapangan Kodim 0734 Yogyakarta ini dalam rangka memperingati hari jadi Kota Yogyakarta ke 261 sekaligus memperingati HUT TNI ke 72.

Ivent yang digelar Pemkot kerjasama dengan Kodim 0734 ini didukung juga BNI 46 Yogyakarta yang telah menyediakan beragam hadiah untuk para peserta yang berhasil keluar sebagai titis atau juara.

Lomba jemparingan tahun ini dibagi dalam empat kategori yakni, anak-anak, remaja, umum putera dan umum puteri. Pesertanya pun tidak saja didominasi oleh warga Yogya dan sekitarnya maupun Solo namun juga berasal dari Cirebon, Ternate, Bali dan Sumatera Selatan.

Adapun perolehan juara pertama kategori remaja berhasil disabet Vika dengan nilai 4 point, kategori anak-anak diraih Viosa dengan nilai 5 point, kategori umum putera diraih Fendi dengan nilai 10 point dan kategori umum puteri berhasil diraih Intarti dengan nilai 5 point.

Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi menuturkan tradisi jemparingan belakangan semakin diminati masyarakat. Hal tersebut menurutnya terbukti dengan semakin banyaknya komunitas jemparingan di Indonesia, tidak hanya Yogyakarta.

Hal tersebut, lanjutnya, menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk melestarikan budaya warisan leluhur bangsa semakin lama semakin membaik.

“Semangat kesadaran itu kiranya perlu kita apresiasi, tindaklanjuti dan kembangkan dengan menggelar berbagai lomba Jemparingan secara rutin, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, demi kelestarian, kemajuan serta perkembangan olahraga panahan tradisional Jemparingan itu sendiri ,” paparnya.

Untuk utulah, Pemerintah mendorong hal tersebut dengan mengadakan kegiatan perlombaan seperti Gladen Hageng Jemparingan Ngayogyakarta ini. Ia pun menegaskan jemparingan disamping berolaharga juga berlatih tentang budi pekerti dan tata perilaku.

“Itulah yang akan membawa kita semua yang terlibat dalam jepmparingan ini akan semakin lebih nyaman hatinya dan lebih tertata dalam hidupnya. Karena setiap langkah dalam jemparingan ada maknanya,” jelasnya.

Heroe menekankan kembali filosofi jemparingan itu sendiri tidak hanya sekedar olahraga panahan, melainkan merupakan seni mengolah rasa Pamenthanging Gendewa (Busur), mujudake Pemanthenging Cipta (hasrat dan keinginan).

“Yang kurang lebih berarti  bahwa membidik dan melepaskan anak panah tidak hanya dengan kemampuan visual dan fisik, namun unsur terpenting dalam membidik adalah dengan hati, sehingga akan tepat mencapai sasaran,” imbuhnya

Hal senada dikatakan Kepala Staf Korem (Ksrem) 072/Pamungkas Kolonel Inf. Ida Bagus Surya, Kini olahraga peninggalan zaman kerajaan ini mulai digandrungi lagi tidak hanya di Yogya dan Solo namun tradisi jemparingan ini sudah mendunia dengan adanya pertandingan jemparingan yang dilaksanakan di Turki dan Yordania. Negara di ASEAN seperti Malaysia, Vietnam dan Thailand juga tertarik untuk belajar memanah tradisional.

Menurut dia, tradisi jemparingan telah ada zaman kerajaan ratusan tahun silam yang biasa dilakukan oleh para bangsawan kerajaan dan keluarganya. Di Kerajaan Mataram misalnya tradisi jemparingan dilombakan untuk pata prajurit dengan tujuan untuk melatih ketajaman serta konsentrasi.

Ia berharap perlombaan ini dapat dijadikan ikon untuk menanamkan pemahaman kepada generasi muda bahwa Yogyakarta memang benar-benar merupakan sebuah daerah yang memiliki khasanah budaya yang lengkap. (Tam)