Sapa Seniman Pematung Jogja Street Sculpture, Wawalikota Ingin Ubah Kotabaru Jadi Public Sphere

Pemerintah Kota Yogyakarta akan mendisain beberapa penggal jalan seperti Kotabaru, Panggung Krapyak untuk dikembangkan menjadi ruang “public sphere”  atau ruang dialog. Tujuannya adalah menjadikan suasana kehidupan masyarakat kota Yogyakarta kembali seperti suasana yang membuat orang saling terbuka untuk bisa melihat kenyataan sehari hari. Hal ini disampaikan Wakil Walikota Yogyakarta, Drs. Heroe Poerwadi, MA, pada saat menyapa para seniman patung , di Kawasan Kotabaru, Selasa, (03/10/2017) sore.

“Nah, insyallah ke depan kita akan coba tata public space menjadi public sphere. Ruang ruang publik yang mati menjadi ruang publik yang hidup,” tambah Wakil Walikota.   

Heru mengatakan  beberapa kawasan seperti Kotabaru dan Panggung Krapyak direncanakan akan direvitalisasi dari public space menjadi public sphere.

Dikatakan  tahun 2018 Pemkot Jogja akan melakukan perubahan terhadap kawasan Kotabaru. Terutama pada jalan Faridan M. Noto, Suroto, sekitar Kridosono hingga jalan menuju Lempuyangan nantinya diubah ke semi pedestrian.

Heroe menambahkan Pemkot Jogja  tidak hanya berhenti pada membangun ruang terbuka yang mati, tetapi  tetapi ruang dialog  yang hidup. “Nah, salah satu caranya adalah menghidupkan kembali kawasan kawasan seperti  Kotabaru. Salah satu revitalisasi kawasan Kotabaru adalah mengubah  taman taman yang ada untuk dijadikan semi pedestrian.   (Tahun) 2018 mungkin sudah hilang semua (tamannya),” ujar Wakil Walikota.

Menurut Heroe untuk menjadikan  Kotabaru dan juga lainnya sebagai pedestrian murni  mungkin agak sulit, karena kebanyakan orang Indonesia sedikit malas untuk berjalan kaki. Sehingga kalau dijadikan pedestrian murni dikuatirkan tidak bayak yang menggunakan.  “Yang paling mudah dipahami dalam bahasa program adalah semi pedestrian. Kalau pedestrian murni saya kira tidak mungkin. Karena orang Indonesia itu masih malas untuk jalan kaki. Kalau pedestrian murni saya kira tidak banyak yang menggunakan,” imbuhnya.

Dengan dijadikan semi pedestraian ruang ruang itu juga akan digunakan sebagai Pameran bagi para seniman.  Pameran seni patung  menurut Wakil Walikota juga merupakan salah satu cara untuk mengedukasi masyarakat, sehingga masyarakat juga ikut mengapresiasi.

Heroe mengatakan dalam dua bulan kedepan  kawasan Kotabaru akan dijadiakn tempat display patung karya 50 pematung yang tergabung dalam Jogja Street Sculpture.  Ada  tiga pematung  dari luar negeri yakni Jepang, Thailand dan Reunion Island ikut berpameran di Kotabaru. Kegiatan ini juga merupakan rangkaian peringatan hari ulang tahun kota Jogja ke-261.

Pameran patung ini  kata Haeroe merupakan  upaya mendekatkan karya karya seni agar bisa dipahami oleh masyarakat. “Karya karya seni itu bisa berdialog dengan masyarakat, para pematung dan penggiat seni juga menangkap tentang ekspresi yang dirasakan oleh masyarakat terhadap kemajuan atau perkembangan kotanya,” kata Heroe.  

Mengapa patung itu diletakan di publik space, menurut Wakil Walikota adalah upaya untuk melakukan proses dialog dengan masyarakat. Masyarakat merasakan diberi kesempatan untuk membaca ekspresi seni para pematung dan para pematung sekarang bisa membaca ekspresi masyarakat seperti itu. Nah, ini yang harus didialogkan untuk bisa diterima pesannya masing-masing.

Jogja street Sculpture ini adalah upaya menguatkan kembali kawasan Kotabaru sebagai kawasan urban heritage. Kita tahu bahwa Kotabaru adalah kota yang lama yang dibangun dalam perspektif masa lalu terutama untuk pemukiman kelompok masyarakat eropa. “Selama ini ruang ruang publik berhenti hanya pada sebagai materi kosong, Nah, dengan adanya pameran patung dalam bahasa umum itu, kita ingin membuka ruang publik yang public space menjadi public sphere, menjadi ruang dialog. Itu yang akan kita bangun,”imbuhnya.

Seniman dan kurator  patung  Greg Wuryanto menambahkan kawasan Kotabaru merupakan satu satunya yang memiliki boulevard. Namun sekarang ini boulevard itu tidak berfungsi dengan baik karena ada taman kota yang  sedikit menggangu. “Harapan kami boulevard ini juga dibersihkan pak, pot potnya. Seharusnya ini adalah ruang publik. Namun sama sekali tidak ada. Teman-teman dari API (Asosiasi Pematung Indonesia) mencoba mengembalikan, merevitalisasikan lagi ruang publik ini agar berfungsi sebagai ruang publik lagi,” ujar Greg. Dirinya mengusulkan agar boulevard Kotabaru di revitalisasi dengan mengepras pot pot yang ada hingga rata sehingga bisa dilewati.  Ruang publik ini nanti juga akan ditempatkan karya para seniman patung dan lainnya sehingga menjadikan Jogja lebih bermartabat.

Greg Wuryanto menjelaskan Jogjatopia adalah  tema Jogja Street Sculpture Project (JSSP) tahun 2017. Ini merupakan pembentukan (establishment)  dari konsistensi dan komitmen Asosiasi Pematung Indonesia (API) untuk menghadirkan gelar karya seni patung di runag publik secara periodik dan berkelanjutan. Akronim Jogjatopia yang merupakan penyatuan kata Jogja dan Utopia mengandung makna dialogis-konradiktif anatar Jogja sebagai sebuah konteks realitas dan utopia yang merupakan sebuah konsepsi imajiner tentang komunitas dan tatanan sosial yang ideal namun sulit diuwujudkan.

Dijelaskan, sejarah ruang di kawasan Kotabaru juga menjadi konteks yang mendasari gagasan tema Jogjatopia. Kotabaru sebagai kawasan urban heritage di kota Yogyakarta merupakan kawasan pemukiman moderen yang dikembangkan pada awal abad XX dengan inspirasi konsep garden city gagasan Ebenezer Howard. Kawasan pemukiman yang loengkap dengan klaster-klaster urban amenities seperti rumah sakit, stadion olahraga, sekolah, perkantoran, rumah ibadah dan stasiun kereta apai ini didisaun oleh Thomas Karsten, dengan jaringan linier sirkulasi modern berupa jalan lebar berbentuk boulevard yang sekaligus menjadi jaringan ruang terbuka hijau.

Ditambahkan, pada jamannya, konsep kawasan kota moderen ini menjadsi realisasi konsep utopis yang sekaligus  menjadi sebuah antithesis pada realitas tradisi konsepsi Kota Jawa yang berpusat di kawasan Kraton yang cenderung berkembang secarakonsentris, spontan, dan organik. Kondisi kontradktif seperti ini , menurut Greg Wuryanto, menjadi representasi ketegangan pilihan dialogis antara tradisi dan semangat zaman.  

Sementara itu, Tri Hastono Plt. Kepala DInas Kominfo dan Persandian mengatakan kalau diijinkan oleh para seniman seusai pameran nanti patung patung ini bisa ditempatkan di kompleks Balaikota sebagai ruang pamer bagi masyarakat. (@mix)