Gubernur DIY Resmikan Kricak dan Terban Sebagai Kelurahan Budaya

Ditandai dengan pembunyian koprekan, sebuah alat dari bambu yang biasa digunakan oleh petani, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, meresmikan 56 Desa/Kelurahan Budaya, Rabu (5/4) di Sendhang Kamulyan, Pedukuhan Taruban, Desa Tuksono, Sentolo, Kulonprogo.

Untuk wilayah Kota Yogyakarta khususnya, Kelurahan Budaya yang turut diresmikan adalah Kelurahan Kricak dan Kelurahan Terban. Jalan menuju ditetapkannya kedua kelurahan tersebut menjadi kelurahan budaya tidaklah mudah.

Menurut Lurah Kricak, Agata Ari Wulandari, dengan diresmikannya Kricak menjadi Kelurahan Budaya, diharapkan membawa pengaruh positif bagi warga Kricak.

“Sesuai dengan arahan Bapak Gubernur bahwa desa/kelurahan yang diresmikan menjadi desa/kelurahan budaya tidak boleh mundur, justru harus tampil ke depan. Selain itu, Kelurahan Budaya Kricak harus mampu memberikan dampak sosial dan ekonomi kepada warganya sendiri,” ujarnya.

Tugas pertama yang harus dilakukan, menurut Agata, yakni memetakan atau pun mendata seluruh potensi yang ada di Kricak, lalu mengembangkan potensi itu guna membangun peradaban, serta integritas pola pikir dan perilaku.

Modal awal yang dimiliki adalah Semangat Segoro Amarto yang telah mengakar kuat dalam sendi kehidupan warga Kricak melalui empat pilarnya, yaitu kemandirian, kedisiplinan, kebersamaan, dan kepedulian.

“Sesuai harapan Gubernur bahwa keberadaan Kelurahan Budaya Kricak akan mampu membangun peradaban, integritas, pola pikir dan perilaku warganya,” tandas Lurah Agata.

Gubernur Kunjungi Stand Kricak

Pada kesempatan ini, Sultan HB X berharap, kepala desa dan lurah agar segera menginventarisasi potensi yang ada. Tidak hanya potensi ekonomi sosial kemasyarakatan, tetapi juga ide pengembangan potensi desa dalam membangun peradaban, serta integritas pola pikir dan perilaku.

“Bagi desa yang sudah di-launching jangan mundur, akan tetapi justru harus dikembangkan dan dilestarikan keberadaannya,” tuturnya.

Saat peresmian, Tim Kesenian dari Kota Yogyakarta yang diwakili Kelurahan Kricak dan Terban menampilkan dua tarian klasik Yogyakarta, yaitu Tari Klono Rojo dan Golek Ayun-Ayun.

Tari Klono Rojo menggambarkan keagungan seorang raja, sementara tari golek ayun-ayun merupakan tarian yang menggambarkan remaja putri yang sedang menghias diri. Tari ini biasa ditampilkan untuk menyambut tamu kehormatan.

Setelah menikmati berbagai sajian kesenian, Gubernur berkesempatan mengunjungi stand dari berbagai desa/kelurahan budaya. Saat berada di stand Kelurahan Kricak, Gubernur mengamati aneka produk khas Kricak, antara lain jamu dan aneka produk daur ulang sampah.

Bahkan, salah satu tamu asing dari Kroasia menyempatkan diri mengunjungi stand Kelurahan Kricak karena tertarik dengan aksara Jawa (hanacaraka). Ada salah satu warga Kricak yang memang mampu menyusun pembelajaran Aksara Jawa serupa dengan metode Baca Al-Quran (Iqra), sehingga disebut Iqra Jawa.

Tidak Mudah

Proses menjadi Kelurahan Budaya tidaklah mudah. Dimulai pada 2014, dengan ditetapkannya Peraturan Gubernur DIY Nomor 36 tentang Desa/Kelurahan Budaya di mana dalam Peraturan Gubernur tersebut mengatur bagaimana mekanisme penetapan Desa/Kelurahan Budaya.

Hal ini merupakan pengembangan dari Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 325/KPTS/1995 tentang Pembentukan Desa Bina Budaya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sekaligus amanat dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang salah satunya adalah bidang kebudayan.

Melalui Pergub 36/2014 itulah, Kelurahan Kricak mempersiapkan diri menjadi Kampung Budaya. Banyak sekali aspek-aspek yang harus dipenuhi sesuai Pergub tersebut, antara lain potensi budaya yang meliputi adat dan tradisi, kesenian, bahasa, sastra, dan aksara, kerajinan, kuliner dan pengobatan tradisional, penataan ruang dan warisan budaya.

Selanjutnya, Tim Akreditasi dari Dinas Kebudayaan DIY melakukan tinjauan ke lokasi untuk membuat penilaian, layak atau tidaknya wilayah tersebut menjadi desa/kelurahan budaya berdasarkan parameter dalam pergub. (Kurniawan Sapta Margana/Kecamatan Tegalrejo)