Yogya Gelar Festival Lima Kampung

Komunitas masyarakat dari lima kampung yang mewakili satu kota dan empat kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar Festival Lima Kampung. Ajang tersebut sebagai upaya meneguhkan keistimewaan Yogyakarta sekaligus mengingatkan sejarah dari tiap kampung.

Ketua Penyelenggara Sigit Sugito menerangkan, ini adalah salah satu cara meneguhkan kampung sebagai wilayah yang memiliki karakter dan identitas. Usai Orde Baru, menurutnya eksistensi kampung menjadi semakin surut

"Festival 5 Kampung Íni digelar untuk meneguhkan keberadaan seniman kampung, memberi ruang bagi seniman untuk berkreasi dan berekpresi. Tak hanya itu, kegiatan diproyeksikan berlangsung secara berkesinambungan untuk memperkuat keberadaan kampung sebagai basis budaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat." katanya

Acara yang digelar selama dua hari, 5 sampai 6 November tersebut bertempat di Kampung Sorosutan Umbulharjo Yogyakarta. menurut Sigit acara tersebut adalah sebagai media refleksi anak kampung untuk melihat posisi kebudayaan di Yogya ini.

“Kampung yang terlibat selain Sorosutan juga dari empat kabupaten di DIY yakni Kampung Duri Tirtomartani Kalasan Sleman, Kampung Kadilobo Sumber Agung Bantul, Kampung Banjaroyo Kalibawang Kulonprogo, dan Kampung Jelok Pathuk Gunungkidul" tandasnya

Lima kampung yang mengikuti festival ini adalah Kampung Duri, Desa Tirtomartani, Kalasan Kabupaten Sleman,  Kampung Sanggrahan Banjaroya, Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo serta Kampung Jelok, Beji, Pathuk, Gunungkidul. Berikutnya Kampung Gilang, Gilangharjo, Pandak, Bantul dan terakhir Kampung Sorosutan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta.

"Kelima kampung memiliki kekhasan masing-masing. Ada potensi yang perlu dikembangkan diantaranya gerak ekonomi lokal, dan potensi industri kreatif. Di kampung-kampung ini pula lahir, berproses, berkarya, dan berkembang sastrawan seniman baik seni tradisi maupun modern," katanya.

Yang menarik, keseluruhan kegiatan tidak menggunakan penerangan listrik. Semua penerangan memakai lampu ting, teplok, dan obor.

"Konsep ini sengaja digunakan sebagai salah satu media untuk merefleksikan seluruh hidup dan kehidupan, 'urup kuwi urip', semua harus bekerjasama memberi arti kepada masyarakat dan kepada sesama makhluk hidup" ujarnya.

Selain itu, kegiatan tersebut diisi dengan peluncuran motif batik Sidokabul sebagai motif batik dari Kampung Sorosutan, deklarasi rumah tanpa asap rokok serta ikrar pemuda pengawal kemerdekaan Republik Indonesia.

"Kegiatan ini, rencananya digelar secara rutin satu tahun sekali. Tahun depan, Kampung Gilang Pandak Bantul akan menjadi tuan rumah festival," katanya.

Hal senda dikatakan Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, Ia berharap festival yang digelar tersebut mampu memberikan dampak pada peningkatan kesejahteraan warga.

“Danais seharusnya muaranya ke kesejahteraan masyarakat setempat, namun event-event budaya di Yogyakarta saat ini lebih banyak digarap orang luar Yogya, EO besar yang tidak berkaitan dengan kampung” tandas Walikota.

Karena itu, lanjutnya, acara ini untuk meneguhkan seniman kampung Yogya untuk lebih mampu berekspresi lewat kegiatan yang berkelanjutan. “tidak hanya sekali pentas selesai," ujarnya. (Han)