BNPB Gelar Workshop Kebencanaan Guna Inisiasi Yogyakarta Sebagai Kota Tangguh Bencana

Catatan sejarah di Yogyakarta menunjukkan bahwa berbagai macam bencana datang silih berganti menyambangi wilayah ini, mulai dari gempa, erupsi gunung berapi hingga pohon tumbang akibat angin kencang. Membuka kembali memory tentang musibah bencana di Yogyakarta mengingatkan bahwa dinamika alam senantiasa akan dan terus terjadi selama alam masih ada. Untuk itulah diperlukan upaya antisipatif dan responsif dalam bentuk apapun perihal penanganan bencana ini, agar jumlah korban atau kerugian bisa ditekan sekecil mungkin.

Salah satu acuan kebijakan pemerintah dalam menjalankan strategi pengurangan risiko bencana di Indonesia adalah Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030 atau Kerangka Kerja Sendai untuk pengurangan risiko bencana 2015-2030. Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015-2030 adalah acuan kerja baru bagi aktivitas pengurangan risiko bencana. Kerangka kerja tersebut merupakan hasil pembahasan yang telah disepakati pada tanggal 18 Maret 2015 di Sendai, Jepang.

Kerangka kerja tersebut berisi tujuh capaian global yang harus dipenuhi dalam 15 tahun, yakni: 1). Pengurangan jumlah korban meninggal akibat bencana, 2). Pengurangan jumlah warga terdampak, 3). Pengurangan pada kerugian ekonomi dan kaitannya dengan GDP global, 4). Pengurangan kerusakan pada infrastruktur penting dan sarana vital bagi pemenuhan kebutuhan dasar seperti pada fasilitas kesehatan dan pendidikan, 5). Peningkatan jumlah negara yang memiliki strategi pengurangan risiko bencana di level lokal dan nasional pada tahun 2020, 6). Peningkatan kerjasama internasional, dan 7). Peningkatan akses pada peringatan dini multi bencana, informasi risiko dan penilaian bencana.

Terkait dalam hal ini, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah membangun percontohan kota-kota tangguh bencana di Indonesia, bekerjasama dengan pemerintah daerah (kabupaten/kota). Terwujudnya kota-kota tangguh bencana mempunyai peran yang amat penting karena dapat mengantisipasi, mengelola dan mengurangi risiko bencana yang terjadi di berbagai wilayah/kota tersebut.

Sehubungan dengan hal tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyelenggarakan Workshop Penyusunan Roadmap Implementasi Kerangka Kerja Sendai Untuk Pengurangan Resiko Bencana (PRB) 2015-2030. Workshop tersebut diselenggarakan di Hotel Phoenix, Senin (2/11). Turut hadir Walikota Jogja Haryadi Suyuti dan instansi-instansi terkait yakni Kodim, BPBD, RS Jogja, PMI Kota Jogja serta SKPD-SKPD di lingkup Pemerintah Kota Yogyakarta.

Hasil workshop tersebut nantinya akan digunakan untuk inisiasi Kota Yogyakarta menuju Kota Tangguh Bencana.

13 Prinsip Dasar

Walikota Haryadi Suyuti dalam sambutannya mengungkapkan harapannya dengan adanya workshop ini dapat menghasilkan kerangka acuan yang nanti ke depannya dapat digunakan untuk penanggulangan bencana, baik pra maupun paska.

“Dengan penyusunan roadmap ini nantinya masyarakat akan menjadi lebih tanggap dalam menghadapi bencana dan recovery-nya menjadi lebih cepat. Semoga roadmap yang tersusun nantinya adalah betul-betul jadi roadmap yang jelas bisa menjadi pegangan masyarakat perihal penanganan bencana. Dan roadmap ini harus menjadi sistem yang akuntabilitasnya jelas,” tuturnya.

“Masyarakat di masing-masing wilayah pun harus menjaga kewaspadaannya dengan mengaktifkan Early Warning System (EWS) yang ada, untuk meminimalkan korban nyawa, luka maupun harta benda,” imbuhnya.

Pada workshop ini terdapat perumusan 13 Prinsip Dasar Penyusunan Roadmap Pengurangan Resiko Bencana (PRB), yang meliputi: 1). Negara merupakan penanggungjawab utama, 2). Berbagi tanggung jawab dengan pemangku kepentingan, 3). Menjunjung tinggi HAM, 4). Hubungan antara PRB dan pembangunan, 5). Multi ancaman dan inklusif, 6). Ekspresi risiko lokal, 7). Aksi paska bencana dan menyelesaikan masalah risiko mendasar, 8). Membangun kembali yang lebih baik, 9). Melibatkan seluruh masyarakat, 10). Melibatkan seluruh instansi pemerintah, 11). Pemberdayaan pemerintah daerah, 12). Kerjasama internasional dan kemitraan global, serta 13). Dukungan bagi negara-negara berkembang. (cok)