Pemkot Perjuangkan Yogya Menjadi Kota Inklusif.

Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta saat ini sedang berjuang keras untuk menjadikan Yogyakarta sebagai kota inklusif yang mampu menjamin kenyamanan seluruh warganya, khususnya penyandang disabiilitas.

Salah satu strategi yang dijalankan adalah membentuk Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas (PPHD). Komite yang berada di bawah Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transimgari (Dinsosnakertrans) ini dibentuk untuk membantu koordinasi dan komunikasi pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.

Untuk dapat mewujudkan hal tersebut adalah komitmen yang kuat dan juga integrasi antar unsur, baik dari Pemkot, LSM, maupun masyarakat.

“Penyandang disabilitas adalah umat manusia sama seperti kita, mereka juga punya hak untuk hidup layak, untuk itu, marilah kita bekerja sama untuk memenuhi hak-hak dan melindungi mereka” Ungkap Kepala Dinsosnakertrans, Hadi Muhtar di sela-sela acara Seminar Inklusivitas: Segoro Amarto untuk mewujudkan kota ramah difabel yang diadakan di Gedung PKK, Komplek Balaikota Yogyakarta, Senin (25/3) pagi.

Sementara itu, Muslim SP dari BAPPEDA Kota Yogyakarta mengatakan ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam mewujudkan Yogyakarta sebagai kota inklusif, yaitu komitmen, koordinasi, dan aksesibiltas.

“Bicara disabilitas, ada tiga hal yang harus diingat, yaitu membangun komitmen sebagai pegangan, koordinasi, kominikasi dan kepedulian, serta yang terakhir adalah membuka akses yang memudahkan penyandang disabilitas”

Ditambahkan oleh Muslim, bahwa sudah ada komitmen yang kuat dari pemerintah. Komitmen tersebut sudah tertuang dalam visi kota yogyakarta serta berbagai kebijakan di berbagai bidang seperti ketenagakerjaan, pendidikan, dan transportasi, namun untuk komunikasi/koordinasi serta keterbukaan akses di lapangan masih ditemukan beberapa masalah.

“Masih ditemui beberapa masalah dalam mewujudkan inklusivitas, yang utama sekarang ini adalah membangun kepedulian baik di lingkungan pemkot sendiri ataupun di masyarakat, juga sarana dan prasarana yang walau sudah ada namun belum berfungsi sebagaimana mestinya, seperti misalnya guiding block yang diperuntukan untuk Tuna Netra masih tertutup oleh tiang, pot, atau jadi lahan parkir, begitu juga masih adanya leveling yang menyulitkan penyandang tuna daksa. Untuk itu kita harus berusaha keras” Imbuh Muslim di hadapan hadirin yang berasal dari berbagai SKPD dan Kecamatan di lingkungan Kota Yogyakarta.

Menghadirkan sebagai narasumber dari acara tersebut adalah Arif Maftuhin, staf pengajar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga sekaligus Direktur Pusat Layanan Disabilitas (PLD) UIN.

Dalam paparannya, Arif mengatakan harus adanya perubahan paradigma penyandang disbilitas dari pendekatan medis ke pendekatan sosial. Menurut Arif, pendekatan medis memandang disabilitas sebagai suatu kelainan yang harus disembuhkan, sementara pendekatan sosial memandang bagaimana lingkungan masyarakat mampu membuat penyandang disabilitas diterima dan merasa nyaman menikmati hak-hak mereka sebagai warga masyarakat.

“Pendekatan medis biarlah menjadi urusan dokter, tapi kita sebagai masyarakat harus menggunakan pendekatan sosial. Pendekatan sosial ini memandang disabilitas sebagai keterbatasan kegiatan yang diakibatkan karena lingkungan sosial yang tidak peduli terhadap kaum difabel, maka kita harus merubah pandangan kita agar kita mampu melihat penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan kita untuk hidup nyaman dan layak.”

Dijelaskan oleh Arif dalam akhir pemaparannya, pendekatan berbasis sosial ini erat kaitannya dengan inklusifitas dan kesejahteraan sosial suatu wilayah

“Ketika kita bersifat ekslusif terhadap kaum difabel, maka kaum difabel akan merasa terabaikan yang dapat mengakibatkan mereka menjadi terkucil dan tidak produktif, efeknya adalah mereka dapat menjadi gelandangan atau pengangguran dan menjadi beban” Urai Arif.

Menutup rangkaian acara seminar ini, Kepala Bidang Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Dinsosnakertrans, Octo Noor Arafat mengomgatlam bahwa mewujudkan Yogyakarta sebagai kota inklusif merupakan sebuah PR besar bagi jajaran pemkot Jogja maupun masyarakat, namun dengan komitmen kuat serta upaya yang terintegrasi dengan baik, semua ini bisa terwujud. (ams)